Redirigiendo al acceso original de articulo en 17 segundos...
ARTÍCULO
TITULO

Pemikiran Politik Islam Klasik (Studi Awal Atas Perspektif Kalangan Sunni)

Yusuf Fadli    

Resumen

Salah satu ciri pemikiran politik Islam era klasik adalah tidak mempersoalkan kedudukan agama dan negara, apakah terintegrasi atau terpisah. Perdebatan yang terjadi di era klasik berkisar pada wajibnya pendirian sebuah negara, cara memilih kepala negara, dan syarat-syarat yang harus dimiliki kepala negara. Selain itu, pemikiran politik yang berkembang juga cenderung merupakan respon terhadap kondisi sosial politik yang terjadi. Kemunculan paham Sunni sendiri merupakan bentuk kegelisahan terhadap cara pandang yang dibangun oleh kelompok-kelompok yang cenderung mendiskreditkan posisi sahabat Nabi yang dianggap oleh sebagian kalangan yang berseberangan telah melakukan pengkhianatan. Bagi kalangan Sunni, kepemimpinan setelah wafatnya Nabi Muhammad bersifat terbuka?tidak terbatas hanya menjadi milik ahl bayt. Apa pun latar belakangnya, jika dianggap layak dan kompeten maka ia bisa diusulkan menjadi pemimpin. Jadi, penunjukan atau pengangkatan khalifah sebagai penguasa yang sah tergantung pada kualitas-kualitas spesifik yang dimiliki calon pemimpin. One of the characteristics of Islamic political thought in classical era is not questioning the position of religion and state, whether integrated or separated. The debate that occurred in the classical era revolves around the mandatory establishment of a state, how to choose the head of state, and the conditions that must be owned by the head of state. Furthermore, the development of political thought also tends to be a response to the existing sociopolitical conditions. The emergence of Sunni itself is a form of anxiety over the perspective constructed by groups which tend to discredit the Prophet?s companion?s position which is considered by some opposing circles to have committed treason. For the Sunnis, the leadership after the Prophet Muhammad?s death was open?not limited to the possession of ahl bayt. Whatever the background, if deemed feasible and competent then he can be proposed to be a leader. Thus, the appointment of the caliph as a legitimate ruler depends on the specific qualities of the future leader.

Palabras claves